Oleh:
Dr. Adityawarman Adil, Ketua DPRD Kota Bogor
Tanggal 1 Mei setiap tahun selalu menjadi momen reflektif yang sarat makna. Hari Buruh Internasional bukan hanya tentang seremoni, tetapi tentang menghargai mereka yang setiap hari menjaga detak jantung perekonomian kota dan negara. Mereka yang rela berpeluh, rela menunda mimpinya demi masa depan keluarga. Dalam setiap tetes keringat yang mengucur, tersimpan harapan yang tak pernah padam: harapan akan kehidupan yang lebih layak, akan masa depan yang lebih cerah, dan akan keadilan sosial yang sejati. Dari Kota Bogor, kami menyampaikan hormat yang tulus untuk para buruh. Semoga setiap tetes keringat itu berubah menjadi berkah bagi keluarga dan negeri yang kita cintai bersama.
Namun penghormatan yang sejati bukanlah hanya dalam bentuk ucapan, melainkan dalam tindakan nyata yang hadir dalam kebijakan, perlindungan, dan keberpihakan. Di sinilah negara harus berpihak. Pemerintah pusat dan daerah, termasuk kami di legislatif, harus mampu menjawab persoalan-persoalan dasar yang dihadapi para buruh, mulai dari ketersediaan lapangan kerja, kepastian upah yang layak, hingga jaminan sosial dan peningkatan keterampilan. Kota Bogor, dengan segala potensinya, memiliki peran penting untuk menunjukkan bahwa pembangunan yang manusiawi adalah mungkin—bahwa buruh tidak boleh lagi menjadi sekadar roda penggerak, tapi mitra sejajar dalam kemajuan.
Data yang kami peroleh menunjukkan bahwa meskipun tingkat pengangguran terbuka di Kota Bogor mengalami penurunan dari 10,78 persen pada tahun 2022 menjadi 8,13 persen pada tahun 2024, angka ini masih menjadi salah satu yang tertinggi di Provinsi Jawa Barat. Artinya, dari setiap 100 orang yang siap bekerja, masih ada 8 orang yang belum mendapatkan pekerjaan. Ini adalah wajah-wajah yang sedang berjuang: anak muda yang baru lulus tapi belum mendapat kesempatan, kepala keluarga yang berpindah-pindah pekerjaan, hingga perempuan tangguh yang mencoba bertahan dalam sektor informal yang rapuh. Mereka butuh uluran tangan, bukan sekadar angka dalam statistik.
Bicara soal ketenagakerjaan, data juga menunjukkan bahwa sebanyak 306 ribu warga Kota Bogor bekerja di sektor formal, sementara lebih dari 210 ribu lainnya masih berada di sektor informal. Sektor informal, meski vital bagi ekonomi lokal, sering kali luput dari perhatian kebijakan. Para pekerja informal ini hidup tanpa perlindungan kerja, tanpa akses jaminan kesehatan atau kecelakaan, dan tanpa kepastian penghasilan yang berkelanjutan. Kota Bogor sebagai kota besar dengan angka IPM yang telah mencapai 79,03 harus mampu mengubah wajah sektor informal menjadi ruang kerja yang bermartabat. Kami meyakini, keadilan sosial tidak akan pernah tercapai jika para pekerja informal terus-menerus berada di pinggir arena pembangunan.
Pendidikan menjadi kunci penting untuk membuka pintu-pintu kesejahteraan bagi para pekerja. Sayangnya, kita masih menemukan ketimpangan antara dunia pendidikan dengan kebutuhan riil dunia kerja. Sebagian besar pencari kerja di Kota Bogor pada 2024 justru berasal dari lulusan SMK dan SMA, menunjukkan bahwa kurikulum kejuruan kita belum sepenuhnya selaras dengan perkembangan industri. Kita butuh sinergi antara dunia pendidikan, dunia usaha, dan pemerintah agar para lulusan muda bisa langsung terserap dalam dunia kerja, atau bahkan menjadi pelaku usaha mandiri dengan keterampilan yang relevan. Kota Bogor harus menjadi pelopor lahirnya generasi pekerja muda yang tidak hanya kompeten, tetapi juga resilien dan adaptif terhadap perubahan zaman.
Peringatan Hari Buruh juga menjadi momen penting untuk berbicara tentang kesejahteraan. Meski persentase penduduk miskin di Kota Bogor terus menurun hingga mencapai 6,53 persen pada 2024, kita tidak boleh menutup mata bahwa banyak buruh yang masih hidup dalam garis kemiskinan meski bekerja penuh waktu. Ini adalah paradoks yang harus diakhiri. Bekerja harus berarti hidup layak. Upah minimum harus dihitung secara realistis, bukan sekadar formula ekonomi, tetapi mencerminkan kebutuhan dasar keluarga di perkotaan yang kompleks. Pemerintah kota harus lebih tegas memperjuangkan prinsip upah layak dalam forum-forum dewan pengupahan, agar kerja keras buruh benar-benar bisa mengangkat harkat hidup mereka.
Kami percaya bahwa Kota Bogor dapat menjadi contoh bagi kota-kota lain dalam hal keberpihakan kepada buruh. Sudah saatnya kita melampaui retorika dan beranjak pada kerja nyata: menghadirkan pelatihan kerja yang relevan bagi mereka yang belum bekerja, memperluas jangkauan perlindungan sosial bagi pekerja rentan, serta membangun iklim hubungan industrial yang sehat antara buruh dan pengusaha. Pemerintah daerah harus menjadi jembatan dialog, bukan tembok pembatas.
Dari Kota Bogor, mari kita suarakan kembali semangat sejati Hari Buruh. Mari kita jaga agar kerja keras tidak pernah sia-sia, agar pengorbanan para buruh dibalas dengan kepastian masa depan. Jangan biarkan mereka berjalan sendirian dalam menghadapi tantangan zaman. Kita ingin melihat para pekerja pulang dengan wajah cerah, bukan lelah yang membekas tanpa harapan. Kita ingin melihat anak-anak mereka tumbuh dengan bangga karena orang tuanya dihormati dan dilindungi.
Semoga setiap tetes keringat para buruh menjadi rahmat yang mengalir ke seluruh pelosok kota, menyuburkan tanah pembangunan, dan menumbuhkan pohon kesejahteraan. Dari Bogor untuk Indonesia, mari kita perkuat tekad: bahwa buruh bukan sekadar tenaga, tetapi jiwa dari kemajuan bangsa.
Selamat Hari Buruh. Kami bersamamu.